Seorang anak muda melukis tjorat-tjoret: medja, di atasnja buku­-buku, bangku, kamar, tiba-tiba kepala gadis jang manis di sudut kamar. Apakah ini realisme, atau jang masih masuk djuga dalam rumpun realis­me: impressionisme? Buku-buku ada seperti buku, medja, bangku, kerosi menurut perspektif jang biasa, meskipun hanja goresan-goresan tergesa­-gesa, tapi itu, kepala gadis itu, begitu besar dan tidak berbadan, apakah itu bisa djuga dipertanggungdjawabkan adanja dalam lukisan itu?

Inilah tjontoh sederhana lukisan jang surrealistis. Artinja lebih dari lukisan realistis. Pemuda itu rupanja sedang dilamun tjinta. la melukis, mula-mula realistis, atau impressionistis, apa jang kelihatan sadja, tapi ingatannja kepada kekasihnja djadi begitu keras, sehinga tiba-tiba se­perti terlihat dalam kamar itu wadjah kekasihnja dan itupun dilukiskan­nja pula. Baginja gadis itu djadi sama kenjataannja seperti barang-barang lain jang kelihatan ada sekelilingnja. Di sini sampailah kepada realiteit kenjataan bertjampur angan-angan, realiteit jang lebih dari realiteit, sur­realisme. Surrealisme ini masih termasuk dalam rumpun expressionisme, oleh sebab ada pernjataan djiwa, pemasakan dalam djiwa.

Surrealisme mengehendaki keseluruhan dan kesewaktuan (simulta­niteit). Tjontoh jang paling baik ialah film. Segala-galanja terdjadi se­rentak. Orang bitjara, dalam pada itu kedengaran musik, tuter mobil, dari saat ke saat pemandangan tjepat berubah-ubah. Kehidupan pada sesuatu saat ditangkap seluruhnja. Pun dalam musik ada keseluruhan dan kesewaktuan. Kedengaran sungai mengalir, airnja riang melontjat dari batu ke batu, sewaktu dengan itu burung berkitjau menandakan matahari Baru naik, segala matjam bunji margasatwa, tiba-tiba bunji seruling anak gembala menghalaukan binatangnja ke padang luas. Tjeri­ta jang surrealistis djuga berusaha menangkap kehidupan pada sesuatu saat dalam keseluruhannja, pikiran melontjat-lontjat dengan tjepatnja, djalan tatabasa djadi tidak terperhatikan dalam ketergesaan mau me­nangkap semua. Oleh sebab itu, hasil kesusasteraan jang surrealistis djadi sukar untuk menurutkannja, logika mendjadi hilang, alam benda dan alam pikiran dan angan-angan djadi bertjampur baur dalam keseluruhan dan kesewaktuan. Tiap detik, menit dan djam pedat berisi, kedjadian dalam 24 djam telah mendjadi roman jang tebal. Perbuatan pembunuhan berapa banjak tidak jang bisa ditjeritakan oleh pembunuhnja sekiranja dia bisa mentjatet segala gerak-geriknja, hatinja jang berdebar-debar ketakutan, pikirannja jang memaksanja melakukan pembunuhan, ke­takutan akan diketahui orang, kegentaran berhadapan dengan kata hati kesusilaannja, perdjuangan batinnja, semua itu adalah silang siur dalam otak pembunuh dan djadi suatu objek jang baik bagi seorang pengarang surrealis. Lukisan seluruhnja djadilah suatu kepaduan, suatu dunia djiwa jang kalut, seperti dalam mimpi jang memberat-mengerikan.

Freud (1856) terkenal dengan ilmu djiwanja jang disebut psychoanalyse atau diepte-psychologie.*) Kesusasteraan Eropah sedjak permulaan abad 20 banjak terpengaruh oleh ilmu djiwanja ini dan banjak pengarang2 jang mendasarkan analisis kedjiwaan pelakon-pelakon dalam ka­rangannja atas psychoanalisa. Aliran jang disebut surrealisme adalah pelaksanaan psychoanalisa Freud.

Dengan psychoanalisa Sigmund Freud mentjoba menemukan di­ dalam bawahsadar (het onderbewuste) atau ketaksadaran (het onbe­wuste) manusia, sebab-sebab penjakit djiwa. Menurut pendapat Freud tenaga pendorong dalam kehidupan manusia ialah libido, artinja tenaga jang ditimbulkan oleh nafsu seksuil atau nafsu kekelaminan.

Bagi Freud kesenian ialah penggunaan tenaga libido dengan tjara lain dari pada sexualiteit. Si seniman mempergunakan tenaga-tenaga dalam dirinja jang memungkinkannja melepaskan diri dari komplex-komplex. Di dalam tjiptaan-tjiptaannja diletakkannja kemauan-kemauan dan keinginan-keinginannja sendiri. Ini sa­ngat djelas pada Idrus dalam novelnja Perempuan dan Kebangsaan, madjalah Indonesia (Mei 1949; Th.I no.4, diterbitkan oleh Balai Pustaka), dan drama-dramanja Kedjahatan membalas Dendam, dalam kumpulannja Dari Ave Maria ke Djalan lain ke Roma (Balai Pustaka 1948), dan Dr. Bisma (Berita POSD 1945).

Pertikaian antara ajah dan anak laki-laki, kata Freud, disebabkan karena rasa persaingan antara keduanja mengenai si ibu; persaingan itu pada hakekatnja berdasarkan keinginan-keinginan kekelaminan. Antara ajah dan anak laki-laki ada permusuhan. Antara ajah dan anak perempuan ada sa­ling kasih demikian djuga antara ibu dan anak laki-laki. Ini semua dikem­balikan oleh Freud pada sexualiteit, nafsu kelamin antara laki-laki dan pe­rempuan dan dalam hal ini tidak terketjuali hubungan darah keturunan sendiri. Freud menundjuk sebagai salah satu tjontoh tjerita Oedipus dalam mitologi Junani. Oedipus membunuh ajahnja dan mengawini ibu­nja. Di dalam kesusasteraan Sunda dalam tjerita Sangkuriang, ditjeritakan tentang anak jang membunuh ajahnja dan mengawini ibunja.

Di dalam kesusasteraan Eropah banjak pengarang-pengarang jang mengambil tema permusuhan antara anak laki-laki dan ajahnja. Misalnja dramaturg Friedrich Hebbel (1816-1863) mengarang drama jang dinamainja Der Vatermord. Dostojefski dalam De Gebroeders Karamasow (1880) menggambarkan Dmitri Karamasow jang berkeinginan hendak mem­bunuh ajahnja. Keinginannja ini kemudian dilaksanakan oleh orang lain.

Pada Freud, salah omong, salah tulis, bukan tidak ada artinja. Mi­salnja ada orang jang saban kaget berseru: eh bapa! Eh mamak! Ini ada hubungannja dengan pikiran-pikiran sexuil jang terpendam. Djuga tulisan-tulisan tangan djadi objek penjelidikan Freud. Terutama kata-kata jang ditjoret menundjukkan pikiran-pikiran penulis jang sebenarnja, dan seorang pembunuh misalnja dengan djalan ini bisa terbuka rahasianja karena salah tulis. Berbitjara tentang dia pembunuh, misalnja, dia tiba-tiba tersalah tulis dan memakai perkataan saja”.

Seorang pemuda jang datang pada seorang gadis atau sebaliknja seorang gadis jang datang pada seorang pemuda untuk memindjam buku misalnja, tentu ada apa-apanja. Dengan demikian psychoanalisa Freud menimbulkan ketjurigaan-ketjurigaan. Tidak ada maksud jang baik jang tidak di­kembalikan pada alasan-alasan sexuil. Dalam pikiran seperti ini tentu sadja mendapat tantangan dari orang baik-baik, terutama orang agama jang meng­anggap manusia itu machluk ilahi dan merasa teori Freud itu terlalu ditjari-tjari.

Psychoanalisa Freud besar pengaruhnja pada aliran surrealisme. Pemuka-pemuka surrealisme di Perantjis ialah: Andre Breton, Paul Eluard, Louis Aragon, dan pengarang Spanjol Ramon Gomez de la Serna.

Surrealisme mengambil bahannja dari apa jang disebut het onder­bewuste (das Unbewusste), j.i. bagian bawahsadar dari djiwa manusia. Dengan menimbulkan apa jang hidup dalam bawahsadar ini para pe­ngarang surrealis mau mengemukakan suatu kenjataan jang lebih luas, jang meliputi segala kesadaran dan ketaksadaran. Dalam kesusasteraan Indonesia ada beberapa tjontoh: Trisno Sumardjo dengan dramanja Tumbang, dalam kumpulannja Kata Hati dan Perbuatan (Balai Pustaka, 1952). Realiteit, mimpi dan chajal di sini seolah-olah tiada batas-batasnja. Di atas panggung dipertundjukkan djuga apa jang bermain dalam chajal pe­main dan biasanja tidak bisa kelihatan oleh orang lain. Drama jang demikian pula ialah Death of a Salesman (De Dood van een Handels­reiziger) karangan Arthur Miller. Tjontoh lain dari kesusasteraan In­donesia: tierita pendek Pahlawan dan Kutjing oleh Suripiman dalam Zenith Oktober 1952.

Surrealisme melepaskan diri dari prasangka-prasangka, moril maupun estetis. Jang mau dinjatakan ialah pikiran jang sesungguhnja, sonder pengawas­an dari akalbudi (rede). Alam ketaksadaran diresapkan dengan passif, dengan tiada sesuatu sensur atau pengawasan. Aliran surrealisme ini telah memperluas batas di daerah penjadaran manusia. Kita mengenal naturalisme jang pengarang-pengarangnja dengan gampang merasa tjukup mene­rangkan lakuperbuatan manusia dari sifatnja, keturunannja atau perta­lian darah, dan milieu atau keadaan masjarakat sekitarnja. Psychoanalisa menggali lebih dalam, mentjari sumber2 kedjiwaan dalam bawahsadar manusia.

Sambil lalu baik diingatkan bahwa pun dalam persadjakan Indo­nesia Angkatan 45 prosede surrealistis ini dipakaikan. Perhatikan sa­djak-sadjak Siti Nuraini, Sitor Situmorang, dll. Berkata Sitor: Telah ku djeladjah bumi dan alis kekasih ...”

Idrus dalam lukisan-lukisannja di sana-sini mengagetkan moralis-moralis lama, karena dianggap melanggar batas kesusilaan dan kesopanan. Begitu djuga Chairil Anwar. Tapi ini semua bisa dikembalikan pada prosede atau tjara kerdja jang ditudjukan pada alam bawahsadar. Barangsiapa jang sudah batja Tidak ada Esok dan Djalan tak ada Udjung karangan M. Lubis, djuga akan menemui “monologue interieur” tjara jang paling tepat untuk menimbulkan kehidupan bawahsadar ke permukaan atas sadar.

Di dalam bukunja De Revolutie van het Woord, Bayard Reeks, Kroonder-Bussum 1947, Anthony Bosman mentjeritakan satu anekdot jang sangat menarik hati.

Pada suatu hari di tahun 1901 di dalam kereta api ke Paris, ikut se­orang pengarang muda bangsa Ir. Ia membatja satu roman Perantjis karangan Edouard Dujardin: Les Lauriers sort coupes (Pohon-Pohon Laurier Sudah Dipangkas). Perhatiannja tertarik pada satu bagian dalam buku itu jang dirasanja aneh tjara menulisnja:

Au poulet; c'est une aile; pas trop dure aujourd'hui; ce poulet est mangeable; on peut diner lei; la prochaine fois qu'avec Lea je dinerai chez elle, je commanderai le diner rue Favart; c'est moins char que dans les bons restaurants, et c'est meilleur.

Ici, seulemernt, le vin o'est pas remar­quable; it faut aller dans les Brands restaurants pour avoin du vin. De vin, le jeu, — le vin, le jeu, les belles, — voila, voila....”

(“Ajam; sajap; tidak begitu keras se­karang; ajam itu bisa dimakan; bisa makan di sini; lain kali kalau aku ma­kan di rumah Lea, aku bestel makanan di djalan Favart; lebih murah dari di restoran-restoran terkemuka dan enak.

Hanja di sini, anggurnja tidak luar biasa: harus ke restoran-restoran besar kalau mau anggur (jang baik). Anggur, per­mainan, — anggur, permainan, gadis manis, — nah, nah....”)

Pengarang Ir itu melihat bahwa Dujardin menangkap djalan pikiran pelakon-pelakonnja in statu nascendi (dalam keadaan sedang mendjadi atau dalam pendjadian) pikiran-pikiran jang paling intim dan paling langsung ditangkap pada sumbernja jang mula-mula.

13 tahun kemudian, jaitu tahun 1914, pengarang Ir tersebut menulis satu buku jang seluruhnja memakai tehnik jang dipakai oleh Dujardin dalam salah satu fragmen bukunja itu. Tehnik itu oleh Valery Larbaud kemudian disebut monologue interieur” **). Pengarang Ir jang ditje­ritakan di sini ialah James Joyce jang termashur dan salah satu bukunja bernama Ulysses.

Jang menarik hati kita dalam anekdot ini ialah bagaimana suatu kebetulan bisa mendjadi suatu tjara tersendiri karena kesungguhan orang jang melaksanakan kemudian.

Surrealisme ini disebut orang djuga expressionisme. Sebagai aliran jang menangkap djiwa pada pusat keinsafan, maka ia harus mempergu­nakan ilmu djiwa, dan sebaliknja dipergunakan pula sebagai bahan untuk penjelidikan djiwa. Serumpun pula dengan surrealisme ini ialah simbolisme dan misticisme. Di dalam simbolisme dunia njata hanjalah suatu perlambang dari dunia jang tidak kelihatan, dunia pengertian. Bunga merah dan putih dalam satu djambangan bagi bangsa Indonesia adalah perlambang tjita-tjita kebangsaan, seperti djuga bendera merah putih.

Di dalam masa Djepang tatkala diadakan sensur jang keras dan dilarang melahirkan ketjaman-ketjaman terhadap keadaan-keadaan jang djelek dan ter­hadap pemerintah, ada pengarang-pengarang Indonesia jang lari ke simbolisme antaranja Maria Amin. Mentjeriterakan tentang ikan dalam akwarium jang dimaksudnja sebetulnja ialah keadaan masjarakat Indonesia, dengan berbagai-bagai matjam manusia dengan sifat-sifatnja***). Ia bitjara dengan bahasa perlambang, bahasa simbolik. Persamaannja dengan surrealisme ialah bahwa kedua-duanja hanja mempergunakan realisme sebagai batu lontjatan kepada dunia di belakang realisme, dunia tjita. Di Rusia djuga jang terkenal dengan sensurnja jang keras, banjak pula pengarang-pengarang jang lari ke simbolisme. Dalam kisah seekor kera Zosjenko mengetjam tentera dan orang-orang pemerintahan Sovjet Rusia dan untuk itu ia dihukum dan tidak boleh menulis lagi.

Surrealisme atau expressionisme ini dalam seni lukis di Eropah telah melahirkan kubisme, dadaisme, dan futurisme. Kubisme adalah reaksi atas impressionisme. Sedang dalam impressionisme barang-barang dilukiskan dengan garis-garis tergesa-gesa, sehingga seolah-olah tidak mempunjai isi, dalam kubisme diutamakan ketetapan bentuk jang pedat, sehingga barang-barang kelihatannja seperti terdjadi dari kubus-kubus.

Dadaisme adalah kesenian orang gila. Njahlah dengan segala kon­vensi teriak mereka. Kita kembali djadi anak ketjil dan orang primitif jang liar. Hiduplah dunia orang gila! Maka mereka bikin lukisan gila-­gilaan, ditempeli rambut manusia, tai kuda, mereka pukul kentongan dan piring seng akan menjatakan kebangunan suatu kota di pagi hari, mereka bikin orang-orangan pakai badju militer, tangan dan kakinja sebelah-sebelah dari kaju, di kepalanja terletak pet militer, mukanja muntjung seperti monjet, itulah dia manusia gila, sengsara, seturunan dengan binatang mawas. Kekatjauan adalah keindahan, kata mereka.

Di dalam futurisme seniman-seniman penganutnja mau melukiskan waktu dan gerak dalam lukisan. Orang jang sedanq bergerak dilukiskan dalam berbagai sikap serentak. Djuga lukisan mereka kelihatannja serba katjau­balau.

Segala aliran ini adalah exces-exces (borok-bobrok) dari keinginan mau semua serba asli dan baru. Di Indonesia untungIah penjakit-penjakit keterlalumatangan ini belum lagi mendjadi soal. (H.B Jassin)

Catatan:

*) Buku-buku karangan Freud ialah Inleiding tot de Studie der Psychoanalyse. WB A'dam. J.i. pidato-pidato Freud tentang kekeliruan-kekeliruan, mimpi dan penjakit-penjakit saraf jang merupakan dasar adjaran psychoanalisa.

De Invioed van ons onbewuste in ons dagelijksch leven. WB A'dam. J.I. tentang salah omong, keliru pikiran, keliru perbuatan dan tahjul.

**) Menurut Edouard Dujardin monologue interieur” ialah Le discours sans auditeur et non prononce, par lequel un personnage exprime sa pensee par la plus intime, la plus proche de I'inconscient, anterieurement a toute organisation logique, c.a.d. en son etat naissant, par le moyen de phrases direc_tes, reduites au minimum syntaxial, de fagon a donner l'impression - tout venant —”.

***) Batjalah tjeritanja: Tindjaulah Dania Sana dalam buku Gema Tanah Air, di­kumpulkan oleh H.B. Jassin, keluaran Balai Pustaka 1948.

Sumber: Tifa Pengarang dan Daerahnya. Jakarta: Gunung Agung, 1953

These icons link to social bookmarking sites where readers can share and discover new web pages.
  • Digg
  • Sphinn
  • del.icio.us
  • Facebook
  • Mixx
  • Google
  • Furl
  • Reddit
  • Spurl
  • StumbleUpon
  • Technorati